Tanggal 18-24 Juli 2010 kemarin baru saja diadakan kejuaraan internasional perguruan silatku yang sekaligus merayakan hari jadinya; Silat Nasional Perisai Diri Indonesia, ke-55. Kejuaraan internasional yang lebih dikenal dengan Perisai Diri International Championship (PDIC) ini biasa diadakan setiap dua tahun sekali, dan tiap pelaksanaannya selalu berdekatan dengan hari jadi Silat Nasional Perisai Diri Indonesia untuk mengenang dan mendoakan Pakde, sebutan untuk alm. RM Soebandiman Dirdjoatmodjo, pendiri Perisai Diri. Namun sejak tahun 2007, PDIC disepakati diadakan dari dua tahun sekali menjadi tiga tahun sekali. Tahun ini, PDIC VI diadakan di Jakarta, dan aku menghadiri upacara pembukaannya.
Tidak seperti tahun 2007, aku tidak menjadi panitia pelaksanaan PDIC. Yah, tahun 2007 Bandung yang menjadi tuan rumah, jadi aku ikut terlibat dalam kepanitiaan PDIC. Lelah, namun aku sepenuh hati melaksanakn jobdesk-ku sebagai divisi hubungan masyarakat. Konflik yang biasa terjadi dalam sebuah organisasi tidak melunturkan cintaku pada Perisai Diri. Dan alhamdulillah, seniorku yang menjabat Ketua Pelaksana PDIC V tahun 2007 sangat puas terhadap hasil kerja divisi humas. Senang ^_^
Upacara pembukaan PDIC VI tahun 2010 di Padepokan Silat TMII Jakarta membuatku bergidik. Bulu kuduk merinding tanda betapa aku bangga terhadap perguruan silat Perisai Diri. Segala apa yang ada dalam Perisai Diri, mulai dari filosofi, gerakan, teknik, dan sifat kekeluargaan yang tertanam kuat antar anggotanya, menambah rasa kagumku pada Pakde dan rasa cintaku pada PD. Pula membakar semangat untuk kembali aktif latihan, bukan untuk prestasi, namun sebagai pegangan hidup. Pegangan bagi kekuatan fisik, spirit, mental, dan kebatinan. Upacara pembukaan PDIC VI tahun 2010 diisi dengan atraksi-atraksi kebudayaan daerah dikolaborasikan dengan teknik-teknik Perisai Diri. Really cool! Terlebih di akhir penampilan marching band yang seluruh personilnya turut memperagakan sikap-sikap dasar Perisai Diri, dari atas gedung turun sejumlah anggota Perisai Diri membawa bendera negara-negara komisariat Perisai Diri. Ah, bagus sekali...selamat datang keluargaku...
Aku jadi teringat awal mula aku bergabung dengan silat Perisai Diri.Dulu aku mengikuti beladiri karate dengan sabuk cokelat melingkar di pinggangku. Lalu aku vakum hingga beberapa tahun. Ingin rasanya aku kembali aktif menggeluti olahraga beladiri, namun aku tidak merasa bahwa karate adalah olahraga beladiri yang bisa memuaskanku. Aku butuh olahraga beladiri lain yang bisa lebih memproteksi diri.
Aku mencoba mencari info olahraga-olahraga beladiri lain. Cukup banyak olahraga beladiri lain yang sedang trend saat itu (mungkin hingga saat ini), sebut saja capoeira, aikido, jujitsu, kendo, dll. Aku tidak melirik silat sama sekali karena yang terbayang di benakku silat adalah olahraga menari. Sampai akhirnya aku tergoda bergabung dengan keanggotaan capoeira. Namun belum sempat aku membulatkan niat, aku sudah ditarik justru ke cabang olahraga beladiri yang tadinya tidak kulirik sama sekali, silat.
"Udah gabung sama PD aja, kita sekeluarga kan PD...masa' Teteh lain sendiri?", begitu kata Eyang, nenekku, ketika tahu aku bingung memilih beladiri apa untuk coba geluti lagi. "Mama juga PD, semua anak Eyang juga PD. Dulu anak-anak PD sering kumpul di rumah kita saking dekatnya kita sama PD," lanjut Eyang lagi.
"Apa tuh PD, Yang? Percaya Diri?" jawabku menggoda Eyang. Aku berkata demikian karena sungguh aku tidak berminat dengan silat.
"PD itu Perisai Diri. Eyang dulu juga pernah jadi pengurusnya," kata Eyang lagi.
"Dulu Tante Nonke jadi pesilat terbaik puteri se-Indonesia tingkat mahasiswa," tambah Mama. Tante Nonke adalah adik Mama yang paling kecil, tante bungsuku. Oya? tanyaku dalam hati. Tapi aku tetap tidak berminat.
Lalu, mungkin; memang ini jalan yang harus aku lalui hingga aku yakin memilih silat Perisai Diri. Masih dalam kebingunganku, Eyang menerima undangan VIP menghadiri upacara pembukaan PDIC IV tahun 2005 di Yogya. Bukan hanya Eyang, tapi juga Mama dan adik-adik Mama.
"Nah ini Teh, liat...kita dikasih undangan buat dateng liat pembukaan PDIC," kata Mama. "Ayo ikut, tiket yang buat Tante Nonke buat teteh aja, kan Tante Nonke gak bisa dateng," kata Mama lagi. Kupikir apa salahnya ikut dan coba cari tahu gimana sih PD itu, akhirnya aku mengiyakan. Lagipula sekalian bisa jalan-jalan ke Yogya, hehe...
Akhirnya aku, Mama, Tante Maya (adik Mama yang persis di bawah Mama, sekarang sudah almarhumah), dan Eyang, kami berempat berangkat ke Yogya dengan kereta api. Sama sekali tidak terbayang bagaimana acara pembukaannya nanti. Yang kutahu, malam sebelum pembukaan nanti kami akan dijamu makan malam bersama oleh Sultan Hamengkubuwono dan petinggi-petinggi PD lainnya.
Ternyata disinilah, di momen upacara pembukaan PDIC IV tahun 2005 inilah aku mantap meleburkan diri dengan anggota PD lainnya, menjadi keluarga besar Silat Nasional Perisai Diri Indonesia. Sepanjang kegiatan pembukaan, setiap atraksi gerakan benar-benar membuatku tercengang. Teknik-teknik yang dipertontonkan memberiku jawaban : inilah olahraga beladiri yang bisa memproteksi diriku lebih dari olahraga beladiri lain.
Gerakan-gerakannya, subhanallah...menunjukkan dan mengingatkan kita betapa besarnya kuasa kebesaran Allah. Mungkin nama-nama tekniknya terdengar lucu bahkan konyol, seperti teknik kuntul, teknik meliwis, dll. Namun nama bukan sembarang nama. Pakde memberi nama teknik-teknik berdasarkan hewan yang kepada mereka Pakde berguru, karena mereka-lah yang mengajarkan kepada kita gerakan-gerakan perisai diri. Hal ini sungguh mengingatkan kita, betapa kita manusia bukan apa-apa, harus bersahabat dengan sesama ciptaan-Nya, dan mengucap syukur bahwa kita diberi akal dan kemampuan untuk mempelajari ilmu yang diberi Allah Yang Maha Kuasa. Bahwa belajar silat bukan untuk menyakiti, namun untuk bagaimana membela diri ketika ada yang berusaha menyakiti.
Bertajuk kejuaraan internasional, setiap pelaksanaan PDIC selalu menghadirkan peserta dari komisariat luar negeri yang sudah menjadi negara anggota PD. Di PDIC IV tahun 2005, melihat calon teman seperguruanku yang bule membuatku malu sebagai orang Indonesia. Keinginanku untuk menjadi capoerista pupus seketika. Mengapa aku harus mempelajari olahraga beladiri negara lain jika orang luar negeri saja mempelajari olahraga beladiri negeri kita??? Pakde, kau sungguh membuatku bangga...
Sejak saat itu, sekembalinya aku dari Yogya, aku langsung bergabung dengan unit Perisai Diri kampusku. Sempat beberapa waktu bergabung dengan PD ITB karena pertimbangan lokasi latihan PD Unpad (secara aku mahasiswa Unpad) yang cukup jauh dari rumah. Namun akhirnya aku bulat bergabung dengan PD Unpad, dan alhamdulillah di Ujian Kenaikan Tingakt (UKT) Dasar Satu, aku dinobatkan sebagai peserta terbaik puteri.
Cinta, bangga dengan perguruan silatku...ayo kembangkan terus sayapmu! Insya Allah aku bisa ambil bagian dalam melestarikan dan memajukan perguruan ini, amin. Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Amerika, Swiss, Jepang, Timor Leste, Iran, Vietnam, adalah saudara-saudaraku dari negeri luar. Dan tentunya masih banyak lagi saudara-saudaraku dari negeri lain yang akan bergabung, insya Allah, amin.
Oya, tante bungsuku juga hadir di upacara pembukaan PDIC VI tahun 2010 di Padepokan Silat TMII Jakarta kemarin. Kami berfoto bersama usai acara bersama teman tanteku yang tentu saja aku jadi bingung memanggilnya, om atau akang, karena bagaimanapun ia adalah seniorku; pelatihku. Hiii :p
Dari kiri, itu Tante Nonke, lalu kakak seniorku yang temannya tanteku, dan adik bungsuku. Just fyi, adikku tadinya seorang boxer, namun karena kalah bertarung denganku, sesuai perjanjian, ia jadi pengikutku. Kami memang keluarga besar Perisai Diri ^_^
Tidak seperti tahun 2007, aku tidak menjadi panitia pelaksanaan PDIC. Yah, tahun 2007 Bandung yang menjadi tuan rumah, jadi aku ikut terlibat dalam kepanitiaan PDIC. Lelah, namun aku sepenuh hati melaksanakn jobdesk-ku sebagai divisi hubungan masyarakat. Konflik yang biasa terjadi dalam sebuah organisasi tidak melunturkan cintaku pada Perisai Diri. Dan alhamdulillah, seniorku yang menjabat Ketua Pelaksana PDIC V tahun 2007 sangat puas terhadap hasil kerja divisi humas. Senang ^_^
Upacara pembukaan PDIC VI tahun 2010 di Padepokan Silat TMII Jakarta membuatku bergidik. Bulu kuduk merinding tanda betapa aku bangga terhadap perguruan silat Perisai Diri. Segala apa yang ada dalam Perisai Diri, mulai dari filosofi, gerakan, teknik, dan sifat kekeluargaan yang tertanam kuat antar anggotanya, menambah rasa kagumku pada Pakde dan rasa cintaku pada PD. Pula membakar semangat untuk kembali aktif latihan, bukan untuk prestasi, namun sebagai pegangan hidup. Pegangan bagi kekuatan fisik, spirit, mental, dan kebatinan. Upacara pembukaan PDIC VI tahun 2010 diisi dengan atraksi-atraksi kebudayaan daerah dikolaborasikan dengan teknik-teknik Perisai Diri. Really cool! Terlebih di akhir penampilan marching band yang seluruh personilnya turut memperagakan sikap-sikap dasar Perisai Diri, dari atas gedung turun sejumlah anggota Perisai Diri membawa bendera negara-negara komisariat Perisai Diri. Ah, bagus sekali...selamat datang keluargaku...
Aku jadi teringat awal mula aku bergabung dengan silat Perisai Diri.Dulu aku mengikuti beladiri karate dengan sabuk cokelat melingkar di pinggangku. Lalu aku vakum hingga beberapa tahun. Ingin rasanya aku kembali aktif menggeluti olahraga beladiri, namun aku tidak merasa bahwa karate adalah olahraga beladiri yang bisa memuaskanku. Aku butuh olahraga beladiri lain yang bisa lebih memproteksi diri.
Aku mencoba mencari info olahraga-olahraga beladiri lain. Cukup banyak olahraga beladiri lain yang sedang trend saat itu (mungkin hingga saat ini), sebut saja capoeira, aikido, jujitsu, kendo, dll. Aku tidak melirik silat sama sekali karena yang terbayang di benakku silat adalah olahraga menari. Sampai akhirnya aku tergoda bergabung dengan keanggotaan capoeira. Namun belum sempat aku membulatkan niat, aku sudah ditarik justru ke cabang olahraga beladiri yang tadinya tidak kulirik sama sekali, silat.
"Udah gabung sama PD aja, kita sekeluarga kan PD...masa' Teteh lain sendiri?", begitu kata Eyang, nenekku, ketika tahu aku bingung memilih beladiri apa untuk coba geluti lagi. "Mama juga PD, semua anak Eyang juga PD. Dulu anak-anak PD sering kumpul di rumah kita saking dekatnya kita sama PD," lanjut Eyang lagi.
"Apa tuh PD, Yang? Percaya Diri?" jawabku menggoda Eyang. Aku berkata demikian karena sungguh aku tidak berminat dengan silat.
"PD itu Perisai Diri. Eyang dulu juga pernah jadi pengurusnya," kata Eyang lagi.
"Dulu Tante Nonke jadi pesilat terbaik puteri se-Indonesia tingkat mahasiswa," tambah Mama. Tante Nonke adalah adik Mama yang paling kecil, tante bungsuku. Oya? tanyaku dalam hati. Tapi aku tetap tidak berminat.
Lalu, mungkin; memang ini jalan yang harus aku lalui hingga aku yakin memilih silat Perisai Diri. Masih dalam kebingunganku, Eyang menerima undangan VIP menghadiri upacara pembukaan PDIC IV tahun 2005 di Yogya. Bukan hanya Eyang, tapi juga Mama dan adik-adik Mama.
"Nah ini Teh, liat...kita dikasih undangan buat dateng liat pembukaan PDIC," kata Mama. "Ayo ikut, tiket yang buat Tante Nonke buat teteh aja, kan Tante Nonke gak bisa dateng," kata Mama lagi. Kupikir apa salahnya ikut dan coba cari tahu gimana sih PD itu, akhirnya aku mengiyakan. Lagipula sekalian bisa jalan-jalan ke Yogya, hehe...
Akhirnya aku, Mama, Tante Maya (adik Mama yang persis di bawah Mama, sekarang sudah almarhumah), dan Eyang, kami berempat berangkat ke Yogya dengan kereta api. Sama sekali tidak terbayang bagaimana acara pembukaannya nanti. Yang kutahu, malam sebelum pembukaan nanti kami akan dijamu makan malam bersama oleh Sultan Hamengkubuwono dan petinggi-petinggi PD lainnya.
Ternyata disinilah, di momen upacara pembukaan PDIC IV tahun 2005 inilah aku mantap meleburkan diri dengan anggota PD lainnya, menjadi keluarga besar Silat Nasional Perisai Diri Indonesia. Sepanjang kegiatan pembukaan, setiap atraksi gerakan benar-benar membuatku tercengang. Teknik-teknik yang dipertontonkan memberiku jawaban : inilah olahraga beladiri yang bisa memproteksi diriku lebih dari olahraga beladiri lain.
Gerakan-gerakannya, subhanallah...menunjukkan dan mengingatkan kita betapa besarnya kuasa kebesaran Allah. Mungkin nama-nama tekniknya terdengar lucu bahkan konyol, seperti teknik kuntul, teknik meliwis, dll. Namun nama bukan sembarang nama. Pakde memberi nama teknik-teknik berdasarkan hewan yang kepada mereka Pakde berguru, karena mereka-lah yang mengajarkan kepada kita gerakan-gerakan perisai diri. Hal ini sungguh mengingatkan kita, betapa kita manusia bukan apa-apa, harus bersahabat dengan sesama ciptaan-Nya, dan mengucap syukur bahwa kita diberi akal dan kemampuan untuk mempelajari ilmu yang diberi Allah Yang Maha Kuasa. Bahwa belajar silat bukan untuk menyakiti, namun untuk bagaimana membela diri ketika ada yang berusaha menyakiti.
Bertajuk kejuaraan internasional, setiap pelaksanaan PDIC selalu menghadirkan peserta dari komisariat luar negeri yang sudah menjadi negara anggota PD. Di PDIC IV tahun 2005, melihat calon teman seperguruanku yang bule membuatku malu sebagai orang Indonesia. Keinginanku untuk menjadi capoerista pupus seketika. Mengapa aku harus mempelajari olahraga beladiri negara lain jika orang luar negeri saja mempelajari olahraga beladiri negeri kita??? Pakde, kau sungguh membuatku bangga...
Sejak saat itu, sekembalinya aku dari Yogya, aku langsung bergabung dengan unit Perisai Diri kampusku. Sempat beberapa waktu bergabung dengan PD ITB karena pertimbangan lokasi latihan PD Unpad (secara aku mahasiswa Unpad) yang cukup jauh dari rumah. Namun akhirnya aku bulat bergabung dengan PD Unpad, dan alhamdulillah di Ujian Kenaikan Tingakt (UKT) Dasar Satu, aku dinobatkan sebagai peserta terbaik puteri.
Cinta, bangga dengan perguruan silatku...ayo kembangkan terus sayapmu! Insya Allah aku bisa ambil bagian dalam melestarikan dan memajukan perguruan ini, amin. Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Amerika, Swiss, Jepang, Timor Leste, Iran, Vietnam, adalah saudara-saudaraku dari negeri luar. Dan tentunya masih banyak lagi saudara-saudaraku dari negeri lain yang akan bergabung, insya Allah, amin.
Oya, tante bungsuku juga hadir di upacara pembukaan PDIC VI tahun 2010 di Padepokan Silat TMII Jakarta kemarin. Kami berfoto bersama usai acara bersama teman tanteku yang tentu saja aku jadi bingung memanggilnya, om atau akang, karena bagaimanapun ia adalah seniorku; pelatihku. Hiii :p
Dari kiri, itu Tante Nonke, lalu kakak seniorku yang temannya tanteku, dan adik bungsuku. Just fyi, adikku tadinya seorang boxer, namun karena kalah bertarung denganku, sesuai perjanjian, ia jadi pengikutku. Kami memang keluarga besar Perisai Diri ^_^
No comments:
Post a Comment