CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, June 30, 2010

Speak Up, STAND UP !!!


Beberapa hari lalu aku mengikuti program acara Oprah Winfrey Show di televisi dengan topik "Depresi". Topik itu membahas anak-anak yang depresi akibat mendapat kekerasan mental oleh teman-teman sekolahnya dan berakibat fatal, yakni bunuh diri. Ejekan-ejekan kaum populer di sekolah terhadap anak-anak baik yang terjadi terus-menerus bahkan bertahun-tahun membuat anak-anak baik tertekan dan memutuskan bunuh diri.

Ejekan yang diterima anak-anak yang menjadi contoh kasus dalam topik tersebut adalah ejekan "homo". Mereka merasa sangat direndahkan apalagi teman-teman mereka satu-persatu mulai meninggalkan mereka. Malu, kesal, marah, semua campur aduk dan sedihnya mereka tidak tahu bagaimana harus membela diri.

Sekolah tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas pengaduan siswa yang mengalami perlakuan semacam itu. Sekolah fokus pada sistem proses belajar mengajar, persiapan ujian, dan kelulusan. Padahal mestinya sekolah juga turun tangan dalam mendidik para siswanya untuk tidak melakukan kekerasan baik fisik maupun mental terhadap sesama siswa.

Dalam topik itu ada seorang audiens yang mengangkat tangannya meminta waktu untuk share. Ia mengatakan kiranya sekolah-sekolah lain mencontoh sebuah sekolah negeri yang mengajarkan anak didiknya untuk tidak melakukan kekerasan fisik dan mental terhadap sesamanya, dan juga mengajarkan untuk membela temannya jika ada yang memperlakukan temannya tersebut dengan tidak baik.

"Aku pernah tahu cerita ada seorang anak perempuan yang selalu diejek oleh teman-teman sekolahnya. Akhirnya ia pindah ke sekolah negeri. Di sekolah barunya, ia dan teman-teman barunya mengadakan study tour ke museum. Dan ternyata sekolahnya yang lama juga mengadakan study tour pada waktu bersamaan. Anak perempuan tadi bertemu dengan teman-teman sekolahnya yang lama dan mulai kembali diejek. Tak jauh dari tempat anak perempuan itu berdiri, teman-teman barunya melihat lalu segera mengelilingi anak perempuan tadi dan berkata,"Yang seperti ini tidak perlu didengarkan, ayo kita pergi."
Seandainya saja semua sekolah mengajarkan hal yang sama seperti sekolah negeri itu," cerita audiens tadi.

Tuesday, June 29, 2010

Bermimpilah atau Kau Akan Tenggelam


Banyak orang bilang raihlah mimpimu setinggi-tingginya, raihlah cita-citamu setinggi-tingginya. Banyak pula yang bilang jalani saja hidup ini karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Which one is better?

Sedari kecil, aku diberitahu untuk belajar yang rajin agar pintar dan bisa meraih cita-cita. Seiring bertambah dewasa, aku memilih jalan hidup
gak neko-neko. Aku menjalani hidupku sebagaimana orang sering bilang "let it flow". Terasa lempeng sekali karena aku tidak merasa gagal jika sesuatu terjadi dalam apa yang sedang kujalani. Aku menganggap hal tersebut wajar sebagai bagian yang memang harus dilalui, lalu aku pun kembali melanjutkan hidupku.

Lama-lama aku merasa perjalanan hidupku ini jauh sekali dari cita-cita yang ingin kucapai. Aku berjalan kesana-kemari mengikuti
arus hingga aku lupa dengan mimpiku; cita-citaku. Dan saat aku melihat sekeliling, tak satupun orang-orang yang ada ini aku kenal. Dan saat aku meng-update kabar orang-orang yang kukenal, mereka telah menjadi orang. Aku tertinggal.

Apa ada yang salah dengan prinsip hidupku? Atau apa aku yang salah dalam menerapkannya?

Sampailah suatu saat aku membaca sebuah kutipan di surat kabar dari seorang tokoh Perang Dunia II asal Itali, Benito Mussolini. "Mulailah hidupmu dari mimpi. Karena tanpa mimpi, tidak akan pernah terwujud kenyataan."

What a word!!
Kata-kata itu langsung menyadarkanku bahwa mimpi adalah kerangka menuju pencapaian cita-cita. Dan jalan menuju kesana butuh prinsip yang lebih
streng. Mungkin hal ini tidak berlaku bagi semua orang, tapi (semoga) berlaku bagiku. Aku butuh prinsip yang lebih diktator.

Namun aku melembek. Aku
lupa dengan Mussolini. Aku kembali berjalan seperti air, mengikuti arus hingga aku kembali bertemu dengan teman kuliahku, Katya, (bukan nama sebenarnya), dalam les privat TOEFL yang diadakan di rumahku.