Banyak orang bilang raihlah mimpimu setinggi-tingginya, raihlah cita-citamu setinggi-tingginya. Banyak pula yang bilang jalani saja hidup ini karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Which one is better?
Sedari kecil, aku diberitahu untuk belajar yang rajin agar pintar dan bisa meraih cita-cita. Seiring bertambah dewasa, aku memilih jalan hidup gak neko-neko. Aku menjalani hidupku sebagaimana orang sering bilang "let it flow". Terasa lempeng sekali karena aku tidak merasa gagal jika sesuatu terjadi dalam apa yang sedang kujalani. Aku menganggap hal tersebut wajar sebagai bagian yang memang harus dilalui, lalu aku pun kembali melanjutkan hidupku.
Lama-lama aku merasa perjalanan hidupku ini jauh sekali dari cita-cita yang ingin kucapai. Aku berjalan kesana-kemari mengikuti arus hingga aku lupa dengan mimpiku; cita-citaku. Dan saat aku melihat sekeliling, tak satupun orang-orang yang ada ini aku kenal. Dan saat aku meng-update kabar orang-orang yang kukenal, mereka telah menjadi orang. Aku tertinggal.
Apa ada yang salah dengan prinsip hidupku? Atau apa aku yang salah dalam menerapkannya?
Sampailah suatu saat aku membaca sebuah kutipan di surat kabar dari seorang tokoh Perang Dunia II asal Itali, Benito Mussolini. "Mulailah hidupmu dari mimpi. Karena tanpa mimpi, tidak akan pernah terwujud kenyataan."
What a word!!
Kata-kata itu langsung menyadarkanku bahwa mimpi adalah kerangka menuju pencapaian cita-cita. Dan jalan menuju kesana butuh prinsip yang lebih streng. Mungkin hal ini tidak berlaku bagi semua orang, tapi (semoga) berlaku bagiku. Aku butuh prinsip yang lebih diktator.
Namun aku melembek. Aku lupa dengan Mussolini. Aku kembali berjalan seperti air, mengikuti arus hingga aku kembali bertemu dengan teman kuliahku, Katya, (bukan nama sebenarnya), dalam les privat TOEFL yang diadakan di rumahku.
Suatu hari setelah les TOEFL kelar, Katya tidak langsung pulang. Kami makan sambil bercerita. Dan disini semangat meraih mimpiku menyala lagi.
"Iya Kika, gue pengen banget bisa ke Inggris. Pokoknya gue pengen banget bisa jalan-jalan ke luar negeri," kata Katya. "Gue sampe bela-belain part time biar bisa nabung untuk ongkos ke luar negeri. Gue kerja di kafe-kafe gitu. Sekarang gue udah punya deposito di bank."
Wuahhh...kerja jadi apa nih Katya di kafe sampe bisa punya deposito? Tapi aku senang mendengarnya, dia sebegitunya demi mewujudkan mimpi. Apalagi dia bercerita untuk mendapatkan uang jajan dari orang tuanya saja sulit. Jadi dia bisa punya deposito gini perjuangan banget.
"Gue dari kecil emang pengen banget ke luar negeri, kerja di luar negeri. Malah gue waktu kecil pengen jadi Ratu Inggris."
Hihihiii...aku geli mendengar Katya bilang ingin menjadi Ratu Inggris.
"Makanya gue ikutan les TOEFL, biar gue bisa keluar negeri," sambungnya lagi.
Aku terketuk. Katya punya mimpi setinggi langit yang menurutku cenderung mission impossible apalagi yang bagian menjadi Ratu Inggris, tapi dia optimis dan berikhtiar untuk mewujudkannya. Katya bahkan sudah menabung untuk tiketnya ke Inggris, atau Eropa bagian manapun itu. Tampak tak ada yang mustahil baginya.
"Gue dibilangin temen gue, raihlah mimpimu setinggi langit. Kalaupun langit tak sampai, setidaknya bulan dan bintang akan kau raih. Nothin to lose," katanya lagi.
Wah! Aku benar-benar terketuk. Kata-kata itu benar. Kita boleh saja merencanakan sesuatu, memimpikan sesuatu, mencita-citakan sesuatu, tapi hasil akhir tetap bukan di tangan kita. Ada Dia yang menentukan. Namun demikian, segala sesuatu ada hikmahnya kan? Nothin to lose...
Sejak itu aku jadi bersemangat menata ulang mimpiku ; cita-citaku. Aku buat list apa yang menjadi keinginan terbesarku dalam hidup yang ingin kucapai. Dan aku buat kerangkanya, jadi aku punya panduan kemana aku melangkah. Aku tidak ingin terseret arus lagi.
Aku ingin menjadi tentara. Sedari kecil, tepatnya kelas 4 SD, tekadku sudah sangat bulat ingin menjadi tentara, menjadi KOWAD. Cita-citaku yang sempat meluntur ini ingin kembali aku capai. Aku tidak menyesal dengan apa yang telah kujalani hingga saat ini, karena dalam masa kelunturanku, aku mengambil kuliah komunikasi yang kiranya dapat membantuku menjadi utusan yang mengurusi urusan luar negeri nanti. Mimpi baruku saat masih kuliah untuk menjadi diplomat atau atase pertahanan ini aku dukung dengan mempelajari berbagai macam bahasa asing, walaupun sayang aku menjadi lupa dengan bahasa-bahasa yang sudah aku pelajari tersebut karena aku melembek saat itu. Dan saat ini aku merasa langkahku mencapai cita-cita ; mewujudkan mimpi untuk bekerja di bidang militer dimudahkan. Alhamdulillah aku lulus tes melanjutkan studi S2 dengan program studi Kajian Stratejik Intelijen. Walaupun kemungkinanku kecil untuk bisa menjadi tentara, setidaknya aku (insya Allah) bisa bekerja di bidang yang berkaitan dengan bidang militer. Aku tinggal me-refresh kemampuan dan pengetahuan komunikasiku, bahasa-bahasa asing yang telah aku pelajari, dan nanti menjalani perkuliahan sebaik-baiknya.
Jadi sekarang, aku akan berlari mengejar mimpiku, mengejar ketertinggalanku.
Ayoo Kikaaa...!! Bener kan nothin to lose...walaupun mimpi kamu menjadi tentara ibarat langit, akan tetapi menjadi intelijen dan peluang kerja ke luar negeri yang ibarat bulan dan bintang (insya Allah) akan dapat kau raih :)
Jadi menurutku, mempunyai mimpi dalam hidup ini adalah pilihan yang lebih baik ketimbang memilih menjalani hidup yang let it flow. Dengan mimpi, hidup kita akan lebih terkontrol. Begitu sesuatu terjadi melenceng dan menjauh dari jalan menuju mimpi kita, kita akan segera melihat kompas ke arah mana seharusnya kita berjalan. Jika kita terus mengikuti arus dalam hidup ini, cepat atau lambat kita akan bermuara di lautan. Jika kita tidak bertahan, maka kita akan tenggelam, pula bersama mimpi-mimpi kita.
Sedari kecil, aku diberitahu untuk belajar yang rajin agar pintar dan bisa meraih cita-cita. Seiring bertambah dewasa, aku memilih jalan hidup gak neko-neko. Aku menjalani hidupku sebagaimana orang sering bilang "let it flow". Terasa lempeng sekali karena aku tidak merasa gagal jika sesuatu terjadi dalam apa yang sedang kujalani. Aku menganggap hal tersebut wajar sebagai bagian yang memang harus dilalui, lalu aku pun kembali melanjutkan hidupku.
Lama-lama aku merasa perjalanan hidupku ini jauh sekali dari cita-cita yang ingin kucapai. Aku berjalan kesana-kemari mengikuti arus hingga aku lupa dengan mimpiku; cita-citaku. Dan saat aku melihat sekeliling, tak satupun orang-orang yang ada ini aku kenal. Dan saat aku meng-update kabar orang-orang yang kukenal, mereka telah menjadi orang. Aku tertinggal.
Apa ada yang salah dengan prinsip hidupku? Atau apa aku yang salah dalam menerapkannya?
Sampailah suatu saat aku membaca sebuah kutipan di surat kabar dari seorang tokoh Perang Dunia II asal Itali, Benito Mussolini. "Mulailah hidupmu dari mimpi. Karena tanpa mimpi, tidak akan pernah terwujud kenyataan."
What a word!!
Kata-kata itu langsung menyadarkanku bahwa mimpi adalah kerangka menuju pencapaian cita-cita. Dan jalan menuju kesana butuh prinsip yang lebih streng. Mungkin hal ini tidak berlaku bagi semua orang, tapi (semoga) berlaku bagiku. Aku butuh prinsip yang lebih diktator.
Namun aku melembek. Aku lupa dengan Mussolini. Aku kembali berjalan seperti air, mengikuti arus hingga aku kembali bertemu dengan teman kuliahku, Katya, (bukan nama sebenarnya), dalam les privat TOEFL yang diadakan di rumahku.
Suatu hari setelah les TOEFL kelar, Katya tidak langsung pulang. Kami makan sambil bercerita. Dan disini semangat meraih mimpiku menyala lagi.
"Iya Kika, gue pengen banget bisa ke Inggris. Pokoknya gue pengen banget bisa jalan-jalan ke luar negeri," kata Katya. "Gue sampe bela-belain part time biar bisa nabung untuk ongkos ke luar negeri. Gue kerja di kafe-kafe gitu. Sekarang gue udah punya deposito di bank."
Wuahhh...kerja jadi apa nih Katya di kafe sampe bisa punya deposito? Tapi aku senang mendengarnya, dia sebegitunya demi mewujudkan mimpi. Apalagi dia bercerita untuk mendapatkan uang jajan dari orang tuanya saja sulit. Jadi dia bisa punya deposito gini perjuangan banget.
"Gue dari kecil emang pengen banget ke luar negeri, kerja di luar negeri. Malah gue waktu kecil pengen jadi Ratu Inggris."
Hihihiii...aku geli mendengar Katya bilang ingin menjadi Ratu Inggris.
"Makanya gue ikutan les TOEFL, biar gue bisa keluar negeri," sambungnya lagi.
Aku terketuk. Katya punya mimpi setinggi langit yang menurutku cenderung mission impossible apalagi yang bagian menjadi Ratu Inggris, tapi dia optimis dan berikhtiar untuk mewujudkannya. Katya bahkan sudah menabung untuk tiketnya ke Inggris, atau Eropa bagian manapun itu. Tampak tak ada yang mustahil baginya.
"Gue dibilangin temen gue, raihlah mimpimu setinggi langit. Kalaupun langit tak sampai, setidaknya bulan dan bintang akan kau raih. Nothin to lose," katanya lagi.
Wah! Aku benar-benar terketuk. Kata-kata itu benar. Kita boleh saja merencanakan sesuatu, memimpikan sesuatu, mencita-citakan sesuatu, tapi hasil akhir tetap bukan di tangan kita. Ada Dia yang menentukan. Namun demikian, segala sesuatu ada hikmahnya kan? Nothin to lose...
Sejak itu aku jadi bersemangat menata ulang mimpiku ; cita-citaku. Aku buat list apa yang menjadi keinginan terbesarku dalam hidup yang ingin kucapai. Dan aku buat kerangkanya, jadi aku punya panduan kemana aku melangkah. Aku tidak ingin terseret arus lagi.
Aku ingin menjadi tentara. Sedari kecil, tepatnya kelas 4 SD, tekadku sudah sangat bulat ingin menjadi tentara, menjadi KOWAD. Cita-citaku yang sempat meluntur ini ingin kembali aku capai. Aku tidak menyesal dengan apa yang telah kujalani hingga saat ini, karena dalam masa kelunturanku, aku mengambil kuliah komunikasi yang kiranya dapat membantuku menjadi utusan yang mengurusi urusan luar negeri nanti. Mimpi baruku saat masih kuliah untuk menjadi diplomat atau atase pertahanan ini aku dukung dengan mempelajari berbagai macam bahasa asing, walaupun sayang aku menjadi lupa dengan bahasa-bahasa yang sudah aku pelajari tersebut karena aku melembek saat itu. Dan saat ini aku merasa langkahku mencapai cita-cita ; mewujudkan mimpi untuk bekerja di bidang militer dimudahkan. Alhamdulillah aku lulus tes melanjutkan studi S2 dengan program studi Kajian Stratejik Intelijen. Walaupun kemungkinanku kecil untuk bisa menjadi tentara, setidaknya aku (insya Allah) bisa bekerja di bidang yang berkaitan dengan bidang militer. Aku tinggal me-refresh kemampuan dan pengetahuan komunikasiku, bahasa-bahasa asing yang telah aku pelajari, dan nanti menjalani perkuliahan sebaik-baiknya.
Jadi sekarang, aku akan berlari mengejar mimpiku, mengejar ketertinggalanku.
Ayoo Kikaaa...!! Bener kan nothin to lose...walaupun mimpi kamu menjadi tentara ibarat langit, akan tetapi menjadi intelijen dan peluang kerja ke luar negeri yang ibarat bulan dan bintang (insya Allah) akan dapat kau raih :)
Jadi menurutku, mempunyai mimpi dalam hidup ini adalah pilihan yang lebih baik ketimbang memilih menjalani hidup yang let it flow. Dengan mimpi, hidup kita akan lebih terkontrol. Begitu sesuatu terjadi melenceng dan menjauh dari jalan menuju mimpi kita, kita akan segera melihat kompas ke arah mana seharusnya kita berjalan. Jika kita terus mengikuti arus dalam hidup ini, cepat atau lambat kita akan bermuara di lautan. Jika kita tidak bertahan, maka kita akan tenggelam, pula bersama mimpi-mimpi kita.
No comments:
Post a Comment